Faktaexpose.com, JAKARTA – Masyarakat nelayan Muara Angke Penjaringan Jakarta Utara meminta agar aturan Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) yang mewajibakan nelayan dengan perahu di bawah 30 Gross Ton (GT) wajib menggunakan perangkat monitoring sistem berbasis sinyal (vessel monitoring systemVMS) agar dicabut karena sangat memberatkan bagi nelayan kecil.
“Kami menolak, ini ibaratnya sudah jatuh malah tertimpa tangga,” kata H Suhari pemilik kapal cumi, Minggu (23/2/2025).
Adapun regulasi yang memberatkan nelayan, kata H. Suhari, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 42 tahun 2015 tentang Sistem Pemantauan Kapal Perikanan membuat nelayan mewajibkan pasang perangkat itu dengan nilai Rp18 juta per unit.
Selain sudah terpasang, nalayan harus lakukan biaya perpanjangan setiap tahunnya yang dibebankan kepada para nelayan kecil ini.
Masih kata dia, para nelayan juga merasa dihantui sanksi denda uang jika mereka menangkap ikan di luar zonasi yang mereka miliki.
“Jangan memberatkan nelayan, apalagi banyak nelayan yang tidak paham dengan teknologi seperti ini,” ungkapnya.
Ia menegaskan nelayan dari Jakarta Utara menolak hal ini dan akan menyampaikan agar aturan ini dicabut oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan secara langsung dan pihaknya berharap agar aspirasi ini dapat diterima.
“Kami coba audiensi tapi jika tidak ada tindaklanjut kami akan turun ke jalan. Penolakan ini juga dilakukan oleh nelayan dari daerah lain,” kata dia.
Sementara nelayan Muara Angke Haji Kasum menambahkan dengan adanya alat VMS ini keberadaan nelayan terlacak dan jika menangkap ikan di luar zona mereka akan dikenakan sanksi.
“Sudah ada nelayan yang kena sanksi, itu tambah memberatkan karena itu ketidaktahuan nelayan,” kata dia
Ia mengatakan regulasi ini memberatkan karena pendapatan nelayan yang melaut juga tidak menentu karena kadang menghasilkan kadang tidak.
“Ini yang akan kami suarakan agar didengar pemerintah dan aturan ini dicabut dan dikembalikan ke regulasi semula,” kata dia.
Sebelumnya Ketua Gerakan Bangkit Petani dan Nelayan (Gerbang Tani) Tri Waluyo menyebutkan, di dermaga Muara Angke ini ada 1.000 lebih nelayan dengan kapal di bawah 30 GT, belum lagi nelayan dari Kamal Muara dan Kali Baru Jakarta serta nelayan kecil lainnya.
Para nelayan mengaku sangat keberatan karena sama saja aturan itu mencekik mereka.
“Belum lagi pajak tahunan yang harus mereka bayar sebesar Rp6 juta per tahun,” katanya.
Ia mengatakan dengan adanya VMS ini juga akan mengetahui posisi kapal nelayan saat melaut dan jika mereka berada di luar zonasi tangkap maka akan diberikan sanksi administratif dan sanksi denda sesuai regulasi tersebut.
Bahkan, jika mesin kapal nelayan mati dan mereka terbawa angin laut hingga ke luar zonasi tangkap mereka juga akan didenda.
Ia mengatakan nelayan yang menggunakan kapal di bawah 30 GT ini merupakan nelayan kecil dan mereka memiliki beragam kendala saat melaut mulai dari kesulitan mendapatkan akses bahan bakar minyak bersubsidi, cuaca buruk yang membuat mereka tidak melaut dan lainnya.
“Jika kapal tidak memasang VMS ini maka mereka tidak boleh melaut dan jika memaksa tetap melaut akan ada sanksi denda,” kata dia.
Jadi, lanjutnya, dari segi aturan, banyak yang harus dipenuhi dan modal uang cukup banyak, sementara mereka saat ini saja, saat saat melaut tak jelas penghasilan yang mereka dapat.
Ada yang berhasil bawa ikan pulang dan tidak sedikit pulang dengan tangan hampa.
“Ini yang perlu dikaji pemerintah agar regulasi ini benar-benar membuat nelayan sejahtera, jangan menambah beban mereka,” kata dia.
Ia mengatakan Gerbang Tani sebagai organisasi sayap Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) akan memfasilitasi nelayan ini bertemu wakil rakyat di DPR RI dan Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui fraksi PKB untuk menyampaikan aspirasi ini.
“Kami menunggu kawan-kawan nelayan dari luar daerah untuk datang ke Jakarta dan bertemu dengan DPR RI serta Kementerian Kelautan dan Perikanan,” pungkasnya. ***