DUSUN KEBONAGUNG TANAH PERDIKAN YANG TIDAK BOLEH DIPUNGUT PAJAK

oleh -993 Dilihat
oleh

Fakta expose.com KEDIRI – Penemuan situs yang awalnya dianggap Objek Diduga Cagar Budaya (ODCG) sebagai kaki sebuah candi yang terletak di Dusun Kebonagung Desa Brumbung, Kecamatan Kepung, Kabupaten Kediri, yang letaknya 15 km dari kota Kediri arah ke kota Malang, menghasilkan penelitian dari Tim Ekskavasi BPCB Jawa Timur yang mencengangkan bagi masyarakat luas, khususnya dusun Kebonagung.

Kenapa tidak ? Daerah ini ternyata mempunyai sejarah yang sangat luar biasa, setelah dilakukan indentifikasi dan penelitian oleh Tim Ekskavasi Badan Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur, adalah merupakan petirtaan yang akhirnya diberi nama “PETIRTAAN GNENG (GENENG)”. Disamping itu wilayah Geneng dan Watak Paradah menjadi tempat istimewa untuk Hyang Dharma Kamulan (Mula Sang Hyang Dharma / Pendahulu yang sudang tiada / Makam Nenek Moyang), atas perintah Sri Maharaja Rake Hino Pu Sindok Sri Isanawikrama Dharmottunggadewa / Prabhu Mpu Sindok, untuk dijadikan tempat suci.

Arca / Patung yang ditemukan dan tersimpang baik di Museum Kecil Balai Desa Brumbung, Kecamatan Kepung, Kabupaten Kediri. (Foto : John)

Ditemukannya beberapa arca/patung, seperti arca Dewa Trimurti, Arca Kala, Arca Dwarapala, Arca Jaladwara, batu Lingga Yoni, adalah tempat Petirtaan dan sekaligus merupakan kawasan Persucian di kala masanya.

Hal ini sesuai prasasti yang ditemukan kata kepala dusun Kebonagung M. Sulthon kepada faktaexpose.com. “Prasasti Paradah II berasal pada tahun 865 Saka / 942 Masehi (Masa pemerintahan Sri Maharaja Rake Hino Pu Sindok Sri Isanawikrama Dharmottunggadewa, dan Prasasti Gneng I : terbit pada tahun 1050 Saka / 1128 Masehi Sri Bameswara (Raja Kerajaan Kadhiri) yang saat ini tersimpan di Museum Kecil Balai Desa Brumbung,”. Dan hal tersebut juga diperkuat Prasasti Geneng II, yang tertulis pada tahun 1251 Saka / 1329 Masehi oleh Ratu Tribhuwana Tunggadewi (Kerajaan Majapahit), ungkap Sulthon.

Hasil penemuan tersebut, saat ini tersimpan baik dan terjaga di museum kecil Balai Desa Brumbung, tutupnya.

Dalam kesempatan sama, Guntur Sekwil Jatim Lembaga Swadaya Masyarakat Barisan Patriot Pemuda Indonesia (LSM BPPI) mendampingi Ketua DPW LSM BPPI Jawa Timur Elly Sulistianingsih, SE., saat berkunjung ke orangtuanya, menjelaskan, bahwa daerah persawahan Kebonagung dulunya adalah kawasan tempat suci yang dipersembahkan untuk leluhur, oleh Prabhu Mpu Sindok yang diteruskan juga Raja Kedhiri Sri Bameswara, juga dipertegas dengan pemberian Piagam Kerajaan Majapahit atas daerah Wanua Gneng (Geneng) termasuk dusun-dusun sekitarnya karena kesetiaan terjadap Ratu Tribhuwana Tunggadewi tak tergoyahkan, kata Guntur.

Baca Juga  Gowes Bareng Bank Jateng, Kapolres Kendal : Silaturahmi dan Kesehatan Tetap Terjaga

Pemberian Piagam Kerajaan tertulis pada Prasasti Gneng I (1128 M) dan Prasasti II (1329 M), daerah Wanua Gneng yang sekarang Dusun Kebonagung menjadikan tempat yang istimewa, dimana tiga kerajaan besar dan tiga dekade yang saling berkelanjutan, karena menetapkan bahwa daerah Wanua Gneng (Geneng) termasuk dalam watak Paradah yang tidak dipungut pajak apapun, imbuhnya.

Moeljono Hadi Prasetyo Ketua Lembaga Olah Kajian Nusantara (LOKANTARA) Malang Raya pada waktu yang sama, menguraikan, “bahwa setelah kerajaan Medhang I Bhumi Mataram atau yang dikenal kerajaan Mataram Hindhu, pada saat diserang oleh Balaputradewa dari Sriwijaya dan bersamaan meletusnya gunung Merapi, maka Prabhu Mpu Sindok memindahkan pemerintahannya ke wilayah Jawa Timur, dengan mendirikan kerajaan Medhang Kamulan, urai Moeljono.

Setelah mendirikan kerajaan Medhang Kamulan di kawasan seperti Nganjuk, Madiun, Magetan dan sekitarnya, yang mana pemerintahan Medhang Kamulan selanjutnya diserahkan dan dilanjutkan oleh cucunya yang bernama Prabhu Dharmawangsa Teguh, ungkapnya.

Prabhu Mpu Sindok memperluas daerah kekuasaannya ke timur, dan sempat berdiam lama di lereng gunung Kawi, yang saat ini diberi nama Keraton, terletak di dusun Gendogo Desa Balesari, Kecamatan Ngajum, Kabupaten Malang. Kemudian beliau melanjutkan perluasan sampai di daerah kawasan gunung Penanggungan yang letaknya antara Mojokerto dan Pasuruan, tambah moeljono.

Yang selanjutnya berdiri kerajaan Kahuripan, rajanya Prabhu Airlangga, dan karena putra-putrinya sering terjadi pertengkaran karena perebutan kekuasaan, maka atas saran penasehat Mpu Barada, terpaksa memutuskan kerajaan dibagi dua pada tahun 1045, yaitu bagian barat bernama Kadhiri beribu kota di Daha diserahkan kepada Sri Samarawijaya, serta bagian timur bernama Janggala beribu kota di Kahuripan, diserahkan kepada Mapanji Garasakan. Sementara putrinya Dewi Kili Suci tidak mau diberi bagian kekuasan, memutuskan untuk mandhita dan meninggal, serta dimakamkan di puncak Gunung Pucangan Jombang, tutupnya. (John)

Response (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *